Sejarah Wayang Indonesia
Keanekaragaman Wayang di Indoesia
BAB I
Pendahuluan
1.1
Latar
Belakang
Negara Indonesia terkenal dengan
keanekaragaman budayanya, salah satu keanekaragaman budaya indonesia ialah
wayang. Disini kami akan membahas tentang suatu keanekaragaman budaya yakni
keanekaragaman wayang yang ada di Indonesia. Wayang adalah
seni pertunjukkan asli Indonesia yang berkembang pesat di Pulau
Jawa dan Bali. Selain itu beberapa daerah seperti Sumatera danSemenanjung Malaya juga memiliki beberapa budaya wayang yang terpengaruh oleh
kebudayaan Jawa dan Hindu.
Wayang yang merupakan salah satu dari
keanekaragaman budaya di Indonesia tersebar dengan jenis-jenisnya yang cukup
banyak. Salah satu yang mungkin paling dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah
wayang kulit. Disamping kejadian yang terjadi akhir-akhir ini dimana negara
tetangga kita sendiri yakni Malaysia mengklaim bahwa wayang kulit sebagai salah
satu dari keanekaragaman budaya negara Malaysia.
Sebagai generasi penerus sudah sepantasnya
kita dapat memelihara serta mengembangkan kebudayaan negara kita sendiri.
Wayang yang merupakan salah satu keanekaragaman kebudayaan yang telah
diwariskan oleh para leluhur kita kepada kitah menjadi tanggung jawab kita.
Sebagai langkah awal untuk menjalankan tanggung jawab tersebut ada baiknya kita
mengenal warisan tersebut terlebih dahulu.
Seperti yang telah kita ketahui di
Indonesia terdapat banyak jenis-jenis wayang. Pada pembahasan kali ini kami
akan membahas lima jenis wayang yang terdapat di Indonesia, yakni wayang kulit
Purwa, wayang kulit beber, wayang orang, wayang Golek, dan wayang kulit Gedog.
1.2
Batasan
Masalah
Dalam makalah ini kami memfokuskan terhadap
pembahasan tentang wayang kulit Purwa, wayang kulit beber, wayang orang, wayang
Golek, dan wayang kulit Gedog.
1.3
Tujuan
Tujuan dari
makalah ini ialah menunjukan keanekaragaman wayang di Indonesia serta untuk
mengajak pembaca untuk memelihara serta mengembangkan wayang di Indonesia.
1.4
Rumusan
Masalah
1. Kapan
dan dimana wayang itu dipertunjukkan?
2. Manfaat
atau fungsi pertunjukan wayang?
3. Siapa
saja yang terlibat dalam pelestarian wayang?
4. Makna
simbolik dari wayang tersebut?
5. Metode
pelestarian?
BAB
II
Isi
2.1 Wayang purwa
Wayang purwa atau wayang kulit purwa. Kata purwa (pertama) dipakai untuk membedakan wayang jenis ini dengan wayang kulit yang lainnya. Banyak jenis
wayang kulit mulai dari wayang wahyu, wayang sadat, wayang gedhog, wayang kancil, wayang pancasila dan sebagainya. Purwa berarti awal, wayang purwa
diperkirakan mempunyai umur yang paling tua di antara wayang kulit lainnya.
Kemungkinan mengenai berita adanya wayang kulit purwa dapat dilihat dari
adanya prasasti di
ababd 11 pada zaman pemerintahan Erlangga yang menyebutkan:
Hanonton
ringgit manangis asekel muda hidepan, huwus wruh towin jan walulang inukir
molah angucap
yang
artinya:
Ada orang
melihat wayang menangis, kagum, serta sedih hatinya. Walaupun sudah mengerti
bahwa yang dilihat itu hanya kulit yang dipahat berbentuk orang dapat bergerak
dan berbicara
Petikan di atas adalah bait 59 dalam Kakawin Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa (1030), salah satu sumber
tertulis tertua dan autentik tentang pertunjukan wayang kulit yang mulai
dikenal di Jawa, yaitu pada masa pemerintahan Dharmawangsa Airlangga di Kerajaan Kediri.
Wayang purwa sendiri biasanya menggunakan
ceritera Ramayana dan Mahabarata, sedangkan jika sudah merambah ke
ceritera Panji biasanya
disajikan dengan wayang Gedhog. Wayang kulit purwa sendiri terdiri dari
beberapa gaya atau gagrak seperti gagrak Kasunanan, Mangkunegaran,Ngayogjakarta, Banyumasan, Jawatimuran, Kedu, Cirebon, dan sebagainya.
Wayang kulit purwa terbuat dari bahan kulit kerbau yang ditatah dan diberi warna sesuai dengan kaidah pulasan wayang pedalangan, diberi
tangkai dari bahan tanduk kerbau bule yang diolah sedemikian rupa dengan nama cempurit yang terdiri dari tuding dan gapit.
Ditinjau dari bentuk bangunnya wayang kulit purwa
dapat digolongkan menjadi beberapa golongan antara lain:
§ Wayang
Kidang kencana; boneka wayang berukuran sedang tidak terlalu besar juga tidak
terlalu kecil, sesuai dengan kebutuhan untuk mendalang (wayang pedalangan).
§ Wayang Ageng; yaitu boneka wayang yang berukuran besar, terutama anggota badannya di
bagian lambung dan kaki melebihi wayang biasa, wayang ini disebut wayang jujudan.
Pada perkembangannya bentuk bangun wayang kulit ini
mengalami perkembangan bahkan pergeseran dari yang tradisi menjadi kreasi baru.
Pada zaman Keraton Surakarta masih berjaya dibuat wayang
dalam ukuran yang sangat besar yang kemudian diberi nama Kyai Kadung, hal ini yang mungkin mengilhami para dalang
khususnya Surakarta untuk membuat wayang dengan ukuran lebih besar lagi.
Misalnya Alm. Ki Mulyanto Mangkudarsono dari Sragen, Jawa Tengah membuat Raksasa dengan ukuran 2 meter, dengan
bahan 1 lembar kulit kerbau besar dan masih harus disambung lagi. Karya ini
yang kemudian ditiru oleh Dalang Muda lainnya termasuk Ki Entus dari Tegal, Ki Purbo Asmoro dari Surakarta, Ki Sudirman dari Sragen dan masih
banyak lagi dalang lainnya.
Ki Entus Susumono dari Tegal bahkan telah banyak
membuat kreasi wayang kulit ini, mulai dari wayang planet, wayang tokoh kartun
seperti superman, batman, ksatria baja hitam, robot,dinosaurus, dan wayang
Rai- Wong (bermuka orang) - tokoh George Walker Bush, Saddam Hussein, sampai
pada tokoh-tokoh pejabat pemerintah. Ki Entus juga menggabungkan wayang gagrak
Cirebonan dengan Wayang Gagrak Surakarta (bentuk bagian atas wayang Cirebon dan bawah Surakarta).
Penambahan tokoh wayang dalam pergelaran wayang kulit
purwa juga semakin marak, misalnya dengan ditambahkannya berbagai boneka wayang
dari tokoh polisi, Helikopter, ambulans, barisan Tentara, Pemain drum band, sampai tokoh Mbah Marijan.
2.2 Wayang Beber
Wayang Beber
adalah seni wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam dan masih berkembang di daerah daerah tertentu di
Pulau Jawa. Dinamakan wayang beber karena berupa lembaran lembaran (beberan)
yang dibentuk menjadi tokoh tokoh dalam cerita wayang baik Mahabharata maupun Ramayana.
Wayang beber muncul dan berkembang di Pulau Jawa pada
masa kerajaan Majapahit. Gambar-gambar tokoh pewayangan
dilukiskan pada selembar kain atau kertas, kemudian disusun adegan demi adegan
berurutan sesuai dengan urutan cerita. Gambar-gambar ini dimainkan dengan cara
dibeber. Saat ini hanya beberapa kalangan di Dusun Gelaran, Desa Bejiharjo,
Karangmojo Gunung Kidul, yang masih menyimpan dan memainkan wayang beber ini.
Konon oleh para Wali di antaranya adalah Sunan Kalijaga wayang
beber ini dimodifikasi bentuk menjadi wayang kulit dengan bentuk bentuk yang bersifat
ornamen yang dikenal sekarang, karena ajaran Islam mengharamkan bentuk gambar makhluk hidup (manusia, hewan) maupun
patung serta menambahkan Pusaka Hyang Kalimusada. Wayang
hasil modifikasi para wali inilah yang digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam
dan yang kita kenal sekarang.
Salah satu Wayang Beber tua ditemukan di Daerah Pacitan, Donorojo, wayang ini dipegang oleh seseorang yang secara
turun-temurun dipercaya memeliharanya dan tidak akan dipegang oleh orang dari
keturunan yang berbeda karena mereka percaya bahwa itu sebuah amanat luhur yang
harus dipelihara. Selain di Pacitan juga sampai sekarang masih tersimpan dengan
baik dan masing dimainkan ada di Dusun Gelaran Desa Bejiharjo, Karangmojo
Gunungkidul.
Menurut Kitab Sastro Mirudo, Wayang Beber dibuat pada
tahun 1283, dengan Condro Sengkolo, Gunaning Bujonggo Nembah Ing Dewo (1283),
Kemudian dilanjutkan oleh Putra Prabu Bhre Wijaya, Raden Sungging Prabangkara,
dalam pembuatan wayang beber. Wayang Beber juga memuat banyak cerita Panji, yakni Kisah Cinta Panji Asmoro
Bangun yang merajut cintanya dengan Dewi Sekartaji Putri Jenggolo.
2.3 Wayang orang
Wayang orang disebut
juga dengan istilah wayang wong (bahasa Jawa) adalah wayang yang dimainkan dengan menggunakan orang sebagai tokoh dalam cerita
wayang tersebut. Wayang orang diciptakan oleh Sultan Hamangkurat I pada tahun
1731.
Sesuai dengan nama sebutannya,
wayang tersebut tidak lagi dipergelarkan dengan memainkan boneka-boneka wayang
(wayang kulit yang
biasanya terbuat dari bahan kulit kerbau ataupun yang lain), akan tetapi
menampilkan manusia-manusia sebagai pengganti boneka-boneka wayang tersebut.
Mereka memakai pakaian sama seperti hiasan-hiasan yang dipakai pada wayang
kulit. Supaya bentuk muka atau bangun muka mereka menyerupai wayang kulit
(kalau dilihat dari samping), sering kali pemain wayang orang ini diubah/
dihias mukanya dengan tambahan gambar atau lukisan.
Pertunjukkan wayang orang yang masih
ada saat ini, salah satunya adalah wayang orang Barata (di kawasan Pasar Senen,Jakarta), Taman Mini
Indonesia Indah, Taman Sriwedari Solo, dan lain-lain.Wayang Orang merupakan bentuk perwujudan dari wayang kulit
yang diperagakan oleh manusia.Jadi kesenian wayang orang ini merupakan refleksi
dari wayang kulit. Bedanya, wayang orang ini bisa bergerak dan berdialog
sendiri.
Fungsi dan pementasan Wayang Orang, disamping sebagai tontonan biasa kadang-kadang juga digunakan untuk memenuhi nadzar.
Fungsi dan pementasan Wayang Orang, disamping sebagai tontonan biasa kadang-kadang juga digunakan untuk memenuhi nadzar.
Sebagaimana dalam wayang kulit,
lakon yang biasa dibawakan dalam Wayang Orang juga bersumber dari Babad Purwa
yaitu Mahabarata dan Ramayana.
Kesenian Wayang Orang yang hidup dewasa ini pada
dasarnya terdiri dari dua aliran yaitu gaya Surakarta dan gaya Yogyakarta. Perbedaan
yang ada di antara dua aliran terdapat terutama pada intonasi dialog, tan, dan
kostum. Dialog dalam Wayang Orang gaya Surakarta lebih bersifat realis sesuai
dengan tingkatan emosi dan suasana yang terjadi, dan intonasinya agak bervariasi.
Dalam Wayang Orang gaya Yogyakarta
dialog distilisasinya sedemikian rupa dan mempunyai pola yang
monoton. Hampir semua group Wayang Orang yang dijumpai menggunakan dialog
gaya Surakarta. Jika toh ada perbedaan, perbedaan tersebut hanya terdapat pada tarian
atau kadangkadang pada kostum. Untuk menyelenggarakan pertunjukan wayang
orang secara lengkap, biasanya dibutuhkan pendukung sebanyak 35 orang, yang
terdiri dari:
(1) 20 orang sebagai pemain (terdiri
dari pria dan wanita);
(2) 12 orang sebagai penabuh gamelan merangkap wiraswara;
(3) 2 orang sebagai waranggana;
(4) 1 orang sebagai dalang.
Dalam pertunjukan Wayang Orang, fungsi dalang yang juga merupakan sutradara tidak seluas seperti pada wayang kulit.
(2) 12 orang sebagai penabuh gamelan merangkap wiraswara;
(3) 2 orang sebagai waranggana;
(4) 1 orang sebagai dalang.
Dalam pertunjukan Wayang Orang, fungsi dalang yang juga merupakan sutradara tidak seluas seperti pada wayang kulit.
Dalang wayang orang bertindak
sebagai pengatur perpindahan adegan, yang ditandai dengan suara suluk atau
monolog. Dalam dialog yang diucapkan oleh pemain, sedikit sekali campur
tangan dalang. Dalang hanya memberikan petunjuk-petunjuk garis besar saja. Selanjutnya
pemain sendiri yang harus berimprovisasi dengan dialognya sesuai dengan alur
ceritera yang telah diberikan oleh sang dalang.
Pola kostum dan make up Wayang Orang
disesuaikan dengan bentuk (patron) wayang kulit, sehingga pola tersebut tidak
pernah kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Pertunjukan Wayang Orang
menggunakan konsep pementasan panggung yang bersifat realistis.
Setiap gerak dari pemain dilakukan
dengan tarian, baik ketika masuk panggung, keluar panggung, perang ataupun yang
lain-lain.
Gamelan yang dipergunakan seperti juga dalam wayang kulit adalah pelog dan slendro dan bila tidak lengkap biasanya dipakai yang slendro saja.
Lama pertunjukan wayang orang biasanya sekitar 7 atau 8 jam untuk satu lakon, biasanya dilakukan pada malam hari.
Gamelan yang dipergunakan seperti juga dalam wayang kulit adalah pelog dan slendro dan bila tidak lengkap biasanya dipakai yang slendro saja.
Lama pertunjukan wayang orang biasanya sekitar 7 atau 8 jam untuk satu lakon, biasanya dilakukan pada malam hari.
Pertunjukan pada siang hari jarang
sekali dilakukan.
Sebelum pertunjukan di mulai sering ditampilkan pra-tontonan berupa atraksi tari-tarian yang disebut ekstra, yang tidak ada hubungannya dengan lakon utama.
Sebelum pertunjukan di mulai sering ditampilkan pra-tontonan berupa atraksi tari-tarian yang disebut ekstra, yang tidak ada hubungannya dengan lakon utama.
2.4
Wayang Golek
Wayang
adalah bentuk teater rakyat yang sangat popular. Orang sering menghubungkan
kata “wayang” dengan ”bayang”, karena dilihat dari pertunjukan wayang kulit yang memakai layar, dimana muncul
bayangan-bayangan. Di Jawa Barat,
selain wayang kulit, yang paling populer adalah wayang golek.Wayang Golek adalah suatu seni
pertunjukan wayang yang
terbuat dari boneka kayu, yang terutama sangat populer di wilayah Tanah Pasundan.
Pertunjukan ini mulai dipopulerkan di Tanah Jawa oleh Sunan Kudus.
Berkenaan dengan wayang golek, ada dua macam diantaranya wayang golek papak
(cepak) dan wayang golek purwa yang ada di daerah Sunda. Kecuali wayang wong,
dari semua wayang itu dimainkan oleh seorang dalang sebagai pemimpin pertunjukan
yang sekaligus menyanyikan suluk, menyuarakan antawacana, mengatur gamelan
mengatur lagu dan lain-lain.
Sebagaimana alur
cerita pewayangan umumnya, dalam pertunjukan wayang golek juga biasanya
memiliki lakon-lakon baik galur maupun carangan yang bersumber dari cerita Ramayana dan Mahabarata dengan menggunakan bahasa Sunda dengan iringan gamelan Sunda (salendro), yang terdiri atas dua buah saron, sebuah peking, sebuah selentem, satu perangkat boning, satu perangkat boning rincik, satu
perangkat kenong,
sepasang gong (kempul dan goong), ditambah dengan
seperangkatkendang (sebuah kendang Indung dan tiga buah
kulanter), gambang dan rebab.
Sejak 1920-an,
selama pertunjukan wayang golek diiringi oleh sinden. Popularitas sinden pada
masa-masa itu sangat tinggi sehingga mengalahkan popularitas dalang wayang
golek itu sendiri, terutama ketika zamannya Upit
Sarimanah dan Titim Patimah sekitar tahun 1960-an.
Dalam pertunjukan
wayang golek, lakon yang biasa dipertunjukan adalah lakon carangan. Hanya
kadang-kadang saja dipertunjukan lakon galur. Hal ini seakan menjadi ukuran
kepandaian para dalang menciptakan lakon carangan yang bagus dan menarik.
Beberapa dalang wayang golek yang terkenal diantaranya Tarkim, R.U. Partasuanda,
Abeng Sunarya, Entah Tirayana, Apek, Asep Sunandar Sunarya, Cecep Supriadi dll.
Pola pengadegan wayang
golek adalah sebagai berikut; 1) Tatalu, dalang dan sinden naik panggung,
gending jejer/kawit, murwa, nyandra, suluk/kakawen, dan biantara; 2) Babak
unjal, paseban, dan bebegalan; 3) Nagara sejen; 4) Patepah; 5) Perang gagal; 6)
Panakawan/goro-goro; 7) Perang kembang; 8) Perang raket; dan 9) Tutug.
Salah satu fungsi
wayang dalam masyarakat adalah ngaruat, yaitu membersihkan dari kecelakaan
(marabahaya). Beberapa orang yang diruwat (sukerta), antara lain: 1) Wunggal
(anak tunggal); 2) Nanggung Bugang (seorang adik yang kakaknya meninggal
dunia); 3) Suramba (empat orang putra); 4) Surambi (empat orang putri); 5)
Pandawa (lima putra); 6) Pandawi (lima putri); 7) Talaga Tanggal Kausak
(seorang putra dihapit putri); 8) Samudra hapit sindang (seorang putri dihapit
dua orang putra), dan sebagainya.
Wayang golek saat ini
lebih dominan sebagai seni pertunjukan rakyat, yang memiliki fungsi yang
relevan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat lingkungannya, baik kebutuhan
spiritual maupun material. Hal demikian dapat kita lihat dari beberapa kegiatan
di masyarakat misalnya ketika ada perayaan, baik hajatan (pesta kenduri) dalam
rangka khitanan, pernikahan dan lain-lain adakalanya diriingi dengan
pertunjukan wayang golek.
2.5 Wayang Gedog
Wayang Gedog atau
Wayang Panji adalah wayang yang memakai cerita dari serat Panji. Wayang ini
mungkin telah ada sejak zaman Majapahit. Bentuk wayangnya hampir sama
dengan wayang purwa. Tokoh-tokoh kesatria selalu memakai tekes dan rapekan.
Sebutan Wayang Gedog diperkirakan berasal dari pertunjukan Wayang Gedog yang
mula mula tanpa iringan kecrek (besi), sehingga bunyi suara keprak
"dog" sangat dominan. Tokoh-tokoh rajanya memakai garuda mungkur dan
gelung keling. Dalam cerita Panji tidak ada tokoh raksasa dan kera. Sebagai
gantinya, terdapat tokoh Prabu Klana dari Makassar yang memiliki tentara
orang-orang Bugis. Namun, tidak selamanya tokoh klana berasal dari Makassar,
terdapat pula tokoh-tokoh dari Bantarangin (Ponorogo), seperti Klana Siwandana,
kemudian dari Ternate seperti prabu Geniyara dan Daeng Purbayunus, dari Siam
seperti Prabu Maesadura, dan dari negara Bali.
Wayang gedog yang kita kenal
sekarang, konon diciptakan oleh Sunan Giri pada tahun 1485 (gaman naga kinaryeng bathara) pada saat
mewakili raja Demak yang sedang melakukan penyerbuan ke Jawa Timur (invasi
Trenggono ke Pasuruan).
Wayang Gedog baru memakai keris pada
zaman panembahan Senapati di Mataram. Barulah pada masa Pakubuwana III di
Solo wayang gedog diperbarui, dibuat mirip wayang purwa, dengan nama Kyai
Dewakaton.
Dalam pementasannya, wayang gedog
memakai gamelan berlaras pelog dan memakai punakawan Bancak dan Doyok untuk
tokoh Panji tua , Ronggotono dan Ronggotani untuk Klana, dan Sebul-Palet untuk
Panji muda.Seringkali dalam wayang gedog muncul figur wayang yang aneh, seperti
gunungan sekaten, siter (kecapi), payung yang terkembang, perahu, dan
lain-lain.
Di Surakarta, tinggal ada dua dalang
wayang gedog, yaitu Bp. Subantar (SMKI/ Konservatori) dan Bp. Bambang Suwarno,
S.Kar (STSI) yang juga salah satu desainer wayang gedog yang masih bertahan
sampai sekarang.
BAB
III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan
diatas dapat kita simpulkan bahwa keberadaan keanekaragaman wayang di Indonesia
memiliki ciri khasnya masing-masing dan memiliki
nilai budaya dan juga ekonomi masing-masing. Tujuan dari mengetahui
keanekaragaman keanekaragaman wayang diIndonesia ialah untuk memberikan dampak
positif kepada kita agar ada rasa memiliki. Dengan adanya rasa memiliki
tersebut akan tumbuh rasa memelihara, melestarikan, serta rasa mengembangkan
keberadaan wayangdi Indonesia yang merupakan salah satu keanekaragaman budaya
di Indonesia. Dengan keberadaan wayang di Indonesia akan disambut baik sebagai
harta yang harus dilestarikan bagi masyarakat Indonesia.
3.2 Kritik dan
Saran
Karena kami menyadari akan kekurangan
dalam penulisan maupun informasi yang ada di dalam makalah ini, maka kritik dan
saran dari pembaca yang diberikan dapat membantu memperbaiki kekurangan
tersebut.
3.3 Lampiran
Gambar 1 wayang purwa Gambar 2 wayang beber Gambar 3 wayang golek
Gambar 4 tari gedhog Gambar 5
wayang orang
DAFTAR
PUSTAKA
Read Comic ONLINE Batak Mania
Komentar
Posting Komentar
PLEASE LEAVE YOUR COMMENT....